Warga Desa Keluhkan Adanya Punggutan Sertifikat PRONA
Tangerang, Patroli –
Warga Desa Pasir Gintung Kecamatan Jayanti Kabupaten Tangerang Provinsi Banten mengeluh, lantaran dimintai biaya pembuatan sertifikat PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria) yang dianggap terlalu mahal dan tidak transparan.
Seorang warga desa yang enggan disebutkan namanya, mengatakan kepada wartawan bahwa dirinya bersama warga lainnya dimintai uang sebesar Rp 500 ribu untuk mendapatkan sertifikat tanah oleh segelintir pihak.
Padahal menurut warga, sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) membagikan langsung sertifikat tanah secara gratis kepada masyarakat Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang, di Convention Exhibition (ICE), BSD, Tangerang Selatan, Banten, pada Rabu 26 September 2018 silam.
“Saat itu Presiden Jokowi membagikan sertifikat secara gratis, tanpa dipunggut biaya,” ujar seorang warga Desa Pasir Gintung Kecamatan Jayanti Kabupaten Tangerang.
Namun selang beberapa hari, lanjutnya, ada sekelompok orang yang diduga ada kepentingan mendatangi rumah warga bertujuan memunggut biaya sebesar Rp 500 ribu untuk per sertifikat.
“Spontan masyarakat merasa bingung, kok diminta biaya padahal menurut mereka gratis. Bagaimana kami mencari uang sebesar itu,” tambahnya, seraya mengatakan sangat berkeberatan, mengingat kondisi perekonomian mereka dalam keadan sulit.
Kepada media Patroli, Rabu (6/3), warga Desa Pasir Gintung Jayanti menceritakan permasalahan ini dan meminta untuk dibantu agar dimediasikan kepada pihak Kecamatan Jayanti dan Polsek Cisoka. “Bahkan jika perlu agar masalah ini dilaporkan kepada Satber Pungli di Jakarta,” tukasnya.
Sementara itu Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Peningkatan Sumber Daya Manusia (LSM PESDAM) Bahrudin MH, Sabtu (9/3), dihubungi via ponselnya mengatakan dibeberapa media nasional sempat diberitakan adanya oknum-oknum yang ‘mengobjekkan’ PRONA dengan menarik uang dari masyarakat, mulai dari ratusan ribu bahkan jutaan rupiah.
“Jika pemerintah menjelaskan proses dan pelaksanaan PRONA secara masif, tentunya masyarakat akan menjadi paham. Bahkan dengan adanya sosialisasi bisa memperkecil atau mempersempit ruang gerak oknum-oknum untuk melakukan pungli (punggutan liar),” tegasnya.
Dijelaskan oleh Bahrudin, berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Keputusan Menteri Negara Agraria Nomor 4 Tahun 1995 menyebutkan pemberian hak-hak atas tanah negara kepada masyarakat sebagai lokasi PRONA, dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada negara.
“Namun penerima hak tanah tadi tetap dikenakan kewajiban membayar biaya administrasi. Jumlah biaya administrasinya pun harus dimusyawarahkan dan dipaparkan secara terbuka bagaimana cara penghitungannya, kan semua menjadi jelas,” katanya di Jakarta.
Sedangkan mengacu kepada Peraturan SK 3 Menteri, tambah Bahrudin, yaitu Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 590-3167A Tahun 2017, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor25/SKB/V/2017, dan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Menteri Desa PDTT) Nomor 34 Tahun 2017 Tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis, menyebutkan biaya administrasi sertifikat Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) PRONA untuk wilayah Pulau Jawa dan Bali masuk Kategori V yaitu sebesar Rp 150 ribu.
“Terkait dengan pelaksanaan yang ada di BPN, semua sudah ditanggung oleh pemerintah melalui APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara),” ucap Ketua LSM PESDAM itu.
Disebutkan juga oleh Bahrudin, banyak aspek-aspek yang bisa dilihat dari adanya bagi-bagi sertifikat yang sedang digalakkan oleh pemerintahan era Presiden Jokowi.
Bahrudin menilai, adanya program bagi-bagi sertifikat salah satunya berguna untuk memberikan kepastian hukum terhadap masyarakat atas kepemilikan lahan. “Status tanah yang jelas, bisa menghindari adanya konflik dari akibat sengketa lahan atau tanah,” tuturnya.
Kemudian, lanjutnya, dengan kejelasan kepemilikan lahan tadi, masyarakat bisa membangun lahan yang sudah dimiliki untuk melakukan kegiatan usaha, rumah tinggal, dan sebagainya. “Sehingga bisa berdampak bergeraknya roda ekonomi di sekitar wilayah masyarakat tersebut,” ujarnya.
Namun juga tidak dipungkiri, sebut Bahrudin, adanya program bagi-bagi sertifikat sekaligus menyadarkan masyarakat akan hak dan kewajiban, terutama soal membayar pajak.
“Memberikan sertifikat, artinya sekaligus menentukan atau telah menunjuk siapa wajib pajak atas lahan yang diberikan tadi. Dampak positifnya kedepan bisa meningkatkan pemasukan negara,” imbuhnya. (Syuhada/Jumad/Red).