Pemilik 300 Kg Daging Rusa Ilegal Ditangkap Petugas Gabungan di Labuan Bajo

Jakarta, Paroli-
Sebanyak 300 kg daging rusa yang setara dengan 30 ekor rusa yang akan dikirim ke Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), berhasil disita Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara (Jabalnusra). Kemudian petugas juga menahan IH (58) di Labuan Bajo yang diduga sebagai pelaku.
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Jabalnusra M Nur menyampaikan, pihaknya akan melakukan pengembangan penyidikan untuk mencari siapa pemburu satwa dilindungi ini.
“Kami menduga rusa berasal dari pemburuan rusa di Taman Nasional Komodo karena populasi terbesar rusa ada di sana,” kata M Nur, dalam siaran persnya, Jumat (25/12).
Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Ditjen Gakkum LHK Sustyo Iriyono menegaskan, bahwa populasi rusa, kerbau dan satwa lainnya di Taman Nasional Komodo harus dijaga karena merupakan salah satu pakan atau prey dari satwa komodo sebagai predator tertinggi dan untuk menjaga keseimbangan ekosistemnya.
“Segala tindakan yang dapat mengganggu dan mengancam kelestarian habitat Komodo harus ditindak tegas. Demikian juga dengan biota dan habitat laut di Taman Nasional Komodo dan sekitarnya juga menjadi perhatian kami untuk tetap dijaga keutuhannya,” tegas Sustyo.
Barang bukti berupa 300 kg daging rusa, 1 mobil pick up Daihatsu hitam beserta STNK, 1 ponsel beserta kartu SIM, dititipkan di Polres Manggarai Barat untuk penyidikan lebih lanjut.
Penangkapan dan penyitaan berawal dari kecurigaan Tim Operasi Gabungan Balai Gakkum KLHK Jabalnusra ketika mengetahui ada pengiriman daging yang dibungkus 7 dus terutama menjelang perayaan Hari Raya Natal Tahun Baru 2020.
Tim Operasi Gabungan menghubungi penyidik Pos Gakkum KLHK Labuan Bajo untuk memeriksa dan melakukan penyidikan terhadap pelaku dan barang bukti.
Penyidik telah menetapkan pelaku sebagai tersangka karena melanggar Pasal 21 Ayat 2 Huruf d Jo. Pasal 40 Ayat 2 Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukum penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta. (Fy/Foto: Ist.)