Kampung Cibuluh Desa Kiarasari Bogor, Jadi Destinasi Wisata Melepas Rindu Suasana Pedesaan
Bogor, Patroli-
Desa Kiarasari yang terletak di Kecamatan Sukajaya, Bogor, Jawa Barat, hingga saat ini masih menjunjung adat dan mempengaruhi pola perilaku kehidupan sehari-hari dengan gaya arsitektur pada pembangunan rumah dan cara bertani serta cara berpikir masyarakat dalam kesehariaannya.
Hal itu kerap diceritakan oleh ‘orang tua’ atau yang biasa disebut ‘sesepuh kampung’ Desa Kiarasari terhadap para generasi penerus sampai hari ini.
Sekretaris Desa (Sekdes) Kiarasari Ridwan Jaenal kepada awak media mengemukakan, bahwa Desa Kiarasari kini sudah termasuk desa tangguh yang mewakili dua kecamatan, yakni Sukajaya dan Cigudeg.
“Belum lama ini sewaktu dijabat Kepala Desa (Kades) Nurodin, berkembang menjadi Kampung Cibuluh yang dijadikan kampung wisata sampai sekarang ini,” jelas Ridwan, kepada Media Patroli, di Bogor, Jawa Barat, Kamis (11/2).
Menurutnya dahulu Kampung Cibuluh sempat terisolir dan tertinggal. Namun kini sejak menjadi kampung wisata, banyak yang mengunjungi dari berbagai macam elemen masyarakat.
Kampung Wisata Cibuluh dengan karakter uniknya dikhususkan untuk masyarakat perkotaan yang tidak memiliki kampung, namun ingin merasakan pulang ke desa dan bermukim sebentar saja dalam nuansa kampung agro diatas bukit yang dikelilingi oleh megahnya hutan Halimun.
“Kampung Wisata Cibuluh masih dalam penataan lingkungan dengan menjaga ciri khas Pasundan dan masih memakai ritual adat. Orang tua atau sesepuh-sesepuh kampung wisata sering kumpul dan anak muda disini masih mau mendengar ‘omongan’ mereka,” jelas Sekdes Ridwan Jaenal.
Ia mencontohkan, di hari Sabtu masyarakat setempat tidak melakukan atau diperkenankan untuk memotong pohon bambu. Kebiasaan itu masih terus diterapkan sampai sekarang.
“Kemudian setiap panen padi ada kebiasaan untuk memasak nasi kebulu atau nasi kuning, yang dilanjutkan dengan berdoa dan mengucapkan syukur kepada Sang Pencipta Alam dan isinya,” katanya.
Peresmian revitalisasi sarana wisata di Desa Kiarasari, sambungnya, tepatnya di Kampung Cibuluh diharapkan bisa diadaptasikan seperti di Kampung Pasir Pari Cipeunday dan di Gunung Leutik. “Mudah -mudahan dapat direplikasi oleh kampung-kampung lain,” harap Ridwan.
Diakui oleh Sekdes Kiarasari itu, revitalisasi diharapkan bukan hanya kepada obyek wisata saja, namun juga di fokuskan ke penataan lingkungan. Sehingga dapat menyadarkan masyarakat untuk tetap menjaga kebersihan wisata.
Ada lahan sawah yang tidak di tanami oleh masyarakat sehingga itu bisa dijadikan wadah simulasi atau praktek bagi pengunjung siapa saja yang ingin belajar kegiatan tanam-menanam khususnya padi.
“Selama ini anak-anak muda sekarang tahunya cuma makan nasi yang dihasilkan dari padi. Mereka tidak tahu cara menanam juga bagaimana caranya supaya tanaman terhindar dari hama penyakit,” tukasnya.
Disamping itu, lanjut Ridwan, juga masih dibudayakan kearipan lokal seperti ‘tetunggulan’ atau seni memukul di lesung padi. “Alhamdulilah panen petani meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya, karena budaya yang dulu dihidupkan kembali,” tuturnya.
Kedepannya Sekdes Ridwan Jaenal berharap Desa Kiarasari akan lebih baik lagi, ekonominya berkembang tumbuh, kesadaran masyarakat tetap kuat dalam hal menjaga kebersihan serta menjaga pola hidup bersih dan sehat,” harapnya.
Nama Desa Kiarasari dimaknakan sebagai sebuah pohon harapan untuk kebaikan utama dan kemajuan masyarakat disana. Desa Kiarasari atau Desa Pandak dimekarkan menjadi dua desa, yaitu Desa Kiarapandak dan Desa Kiara di tahun 1979, yang kemudian berubah nama menjadi Desa Kiarasari hingga sekarang.
Kemudian pada tahun 2016, Desa Wisata Malasari dideklarasikan sebagai branding atau ikon wisata di Desa Kiarasari dengan Kampung Cibuluh yang difokuskan sebagai obyek utama wisata perdesaan.
Desa Kiarasari saat ini terdapat 4 dusun, 8 Rukun Warga (RW) dan 33 Rukun Tetangga (RT). Kampung Cibuluh letaknya di RW 02, setiap minggu pun selalu ada kegiatan Jumat Bersih (Jumsih),” pungkas Sekdes Ridwan Jaenal. (Rumly/Foto: Ist.)