Menilai Kasus ‘Polisi Tembak Polisi’ Sebagai Tindak Pidana Pelanggaran HAM dan Merusak Tata Hukum Institusi Negara

Oleh Tommy Tri Yunanto, SH.,MH*

Salah satu titik sentral dalam konstitusionalisme adalah persoalan hak asasi manusia (HAM). Dalam kaitan ini, konstitusi memiliki peran penting, yang bukan hanya sekadar melakukan jaminan dan proteksi secara tertulis, melainkan pula menyediakan berbagai nilai yang digunakan oleh lembaga peradilan dalam interpretasi serta elaborasi hak-hak tersebut.

Artikel ini menjelaskan hubungan antara konstitusi dan hak asasi manusia, yang mencakup persoalan isi dan pengertian hak asasi manusia, tempat hak asasi manusia dalam konstitusi, termasuk dalam UUD 1945, serta akibat pengaturan hak asasi manusia dalam konstitusi.

Artikel ini menegaskan bahwa penempatan hak asasi manusia dalam konstitusi tidak semata-mata menjadikannya sebagai hak-hak fundamental yang bersifat mendasar, melainkan pula sebagai hak-hak konstitusional yang tertinggi. (ARTIKEL KEHORMATAN: KONSTITUSI DAN HAK ASASI MANUSIA, Jurnal UNPAD, ac.id) dan kini penting meletakannya sebagai kontrol atas peran, tugas dan fungsi adanya kekuasaan polisi, jaksa dan kehakimanan melalui RKUHP (Rancangangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

Advokat Tommy Tri Yunanto, SH.,MH bersama Kapolda Kalsel Irjen Pol Rikwanto. (Foto: Istimewa)

HAM merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia sejak dalam kandungan yang bersifat universal. Jadi, dalam HAM tidak mengenal batasan umur, jenis kelamin, negara, ras, agama maupun budaya.

Perlu diketahui, setiap manusia memiliki dua keinginan, yaitu keinginan berbuat baik dan jahat. Keinginan berbuat jahat itulah yang menimbulkan dampak pada pelanggaran HAM, seperti membunuh, merampas harta milik orang lain, menjarah, dan lain-lain.

Hak asasi manusia atau HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia dan melekat sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Jadi, hak ini tidak bersumber dari negara atau hukum.

Apa dimaksud pelanggaran HAM?

Pengertian pelanggaran HAM (UU 39/1999) adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi atau mencabut hak seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh UU ini.

Pengadilan HAM juga berfungsi mengadili kasus pelanggaran HAM di Indonesia berupa tindakan yang bersifat:

(1) pembunuhan massal,
(2) pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan,
(3) penyiksaan terhadap seseorang oleh orang lain,
(4) penghilangan orang secara paksa,
(5) diskriminasi yang dilakukan kepada orang lain.

Apa dimaksud dengan pelanggaran hak?

Pelanggaran hak adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelainan yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

HAM adalah hak dasar yang dimiliki oleh manusia sejak lahir, berlaku kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja. Segala hal yang berhubungan dengan HAM pasti bersifat universal dan semua orang memilikinya tanpa mengenal perbedaan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, HAM atau Hak Asasi Manusia adalah hak yang dilindungi secara internasional (yaitu deklarasi PBB Declaration of Human Rights), seperti hak untuk hidup, hak kemerdekaan, hak untuk memiliki, hak untuk mengeluarkan pendapat.

HAM merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia sejak dalam kandungan yang bersifat universal. Jadi, dalam HAM tidak mengenal batasan umur, jenis kelamin, negara, ras, agama maupun budaya.

Jenis Pelanggaran HAM

Kasus pelanggaran HAM dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu:
Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi:
1. Pembunuhan massal (genisida).
2. Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan.
3. Penyiksaan.
4. Penghilangan orang secara paksa.
5. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis

Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi:
1. Pemukulan.
2. Penganiayaan.
3. Pencemaran nama baik.
4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya.
5. Menghilangkan nyawa orang lain.

Dari uraian tentang HAM tersebut diatas sebelumnya perlu diketahui betapa tingkat hilangnya kepercayaan masyarakat indonesia terhadap institusi Polisi termasuk diantaranya pelayanan, aparat hukum, penegakkan hukum dan kelembagaan sebagai Mengayom Masyakarat, genap sudah ‘Polri jadi institusi paling korup se-Indonesia’ (Merdeka.com 7/2/2015). Mengingat Dalam An Introduction to Politics (1951), Roger H. Soltau mengemukakan definisi negara adalah sebuah agen maupun kewenangan yang mengatur maupun mengendalikan segala persoalan bersama atas nama masyarakat di dalamnya.

Selanjutnya menilai Kasus ‘Polisi Tembak Polisi’ adanya korban kematian Brigadir J yang terjadi secara masif, terstruktur, sistematis, sebagaimana terjadi di kediaman pejabat tinggi Kepolisian R.I, dengan korban anggota polisi, skenario kasus palsu dan berita palsu yang melibatkan aktor pejabat negara dan institusi kepolisian negara adalah sebuah kekacauan hukum dan penegakkan hukum serta keadilan dengan berkaca dari persoalan tersebut diatas sehingga puncaknya kini sangat penting mereformasi institusi Polri secara keseluruhan oleh Presiden Republik Indonesia dengan melakukan penggantian semua pimpinan polisi tertinggi menempatkan pejabat polisi yang dipilih dari masyarakat intelektual, LSM, organisasi advokat, dan akademisi.

Akhirnya jelas Kepemimpinan pemerintahan negara berkewajiban melayani warganya tanpa mencari keuntungan, seperti pelayanan gratis, mewujudkan tegaknya hukum berkeadilan, pendidikan gratis 12 tahun, membangun panti-panti jompo, disabilitas/sekolah, pengobatan gratis/murah, pelayanan sosial, mewujudkan kesejahteraan masyarakat tak mampu gratis sandang pangan papan.

Sedangkan untuk membiayai jalannya roda pemerintah berasal bukan saja melulu memeras masyarakat dari sekedar pemungutan pajak dan retribusi tetapi cerdas dan kreatif mewujudkan kegiatan ekonomi bagi rakyat.

Selain itu tugas dari kepemimpinan pemerintahan adalah melindungi ketentraman kesejahteraan dan keamanan warganya bukan sebaliknya koruptive dan mempersulit pencari keadilan atau menjadikan skenario keberpihakan oknum pimpinan penegak hukum melakukan perbuatan pelanggaran hukum seperti kasus diatas.

Oleh karena itu pemerintahan yang baik dan benar adalah sebuah kewajiban dapat disebut juga good governance dan clean government.

Berharap ke depan, semoga institusi Kepolisian R.I. mewujudkan pengayoman yang sesungguhnya dengan meletakkan HAM tersebut sebagai pilar utama. Aamiin.

Salam Anak Bangsa.

*Penulis adalah Praktisi Hukum dan Wakil Sekretaris Jenderal Perhimpunan Sahabat Polisi Indonesia (PSPI).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *